“Dengan demikian, bagi umat Islam sendiri,
merayakan natal sesungguhnya merayakan hari kelahiran seorang utusan
Tuhan yang harus diimani, Isa al-Masih, yang diduga jatuh pada tanggal
25 Desember. Sebagai implikasi dari keberimanan itu, semestinya umat
Islam juga dibolehkan merayakan hari kelahiran Isa dan hari kelahiran
para nabi lain sebelum Muhammad SAW. Sebab, Isa bukan hanya milik umat
Kristiani secara komunal melainkan juga semua orang yang mengimaninya.
Tokoh-tokoh besar seperti Nabi Ibrahim, Musa, Isa al-Masih dan Muhammad
SAW bukan kepunyaan kelompok tertentu saja. Para tokoh itu bisa menjadi
teladan dan inspirasi bagi siapa pun.”
Masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan atau tradisi saling mengucapkan
selamat atas perayaan agama yang dilakukan oleh setiap umat beragama.
Sikap saling mengapresiasi seperti itu sudah lama dipraktekkan umat
beragama di Indonesia. Umat Islam mengucapkan selamat natal terhadap
rekan-rekannya yang beragama Kristen. Begitu juga sebaliknya, umat
Kristiani mengucapkan selamat ‘idul fitri terhadap koleganya yang
beragama Islam. Sering disaksikan, sejumlah tokoh agama saling berkirim
SMS menyatakan selamat ketika hari perayaan agama masing-masing
berlangsung. Fenomena ini tak mudah didapatkan di negeri-negeri muslim
lain. Bahkan, negeri-negeri muslim lain itu harus belajar pada umat
Islam Indonesia atas toleransinya yang tinggi terhadap umat agama lain.Memang, ada fatwa dari sebagian ulama Indonesia yang mengharamkan umat Islam mengucapkan selamat natal kepada umat Kristiani. Salah satu argumennya adalah; pertama, bahwa hal itu tidak pernah diteladankan Nabi Muhammad. Dengan demikian, ia dapat digolongkan kepada bid’ah yang sesat. Disebutlah (konon) sebuah hadits, “kullu bid’atin zhalalah wa kullu zhalalatin fi al-nar” [semua bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah neraka]. Ditambahkan pula, umat Islam dilarang menciptakan hal-hal baru, termasuk mentradisikan pengucapan selamat natal kepada umat Kristiani.
Kedua, pengucapan selamat natal oleh umat Islam dipandang sebagai sikap turut membenarkan keyakinan umat Kristiani. Padahal, demikian para ulama itu berargumen, pembenaran itu adalah terlarang sehingga seharusnya umat Islam tidak melakukan itu. Ia dinilai menggoncangkan iman karena masih membuka kemungkinan tentang adanya kebenaran di luar Islam. Para ulama kerap mengingatkan agar umat Islam tidak melakukan tindakan yang mengesankan adanya pembenaran terhadap paham yang tidak sejalan dengan Islam. Dikutip sebuah ayat al-Qur’an, inna al-din `inda Allah al-Islam, yang kemudian diterjemahkan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah Islam, yaitu agama yang dibawa Nabi Muhammad. Para ulama tersebut seakan menutup pintu perihal nilai-nilai universal yang menjadi roh dan titik temu semua agama-agama. Padahal, seperti sering saya tulis, “al-islam” dalam ayat itu tak menunjuk pada nama agama yang dibawa Nabi Muhammad.
Namun, sebagaimana lazimnya sebuah fatwa yang tidak mengikat, tidak seluruh umat Islam mengikuti fatwa ulama tersebut dan menjadikannya sebagai pegangan. Buktinya sebagian umat Islam masih melakukannya dan mempertahankan kebiasaannya itu. Menurut saya, pengharaman mengucapkan natal bagi umat Islam perlu ditinjau ulang dengan alasan berikut: Pertama, memberikan ucapan selamat natal kepada kaum Kristiani tidak paralel dan identik dengan pengakuan akan kebenaran semua keyakinan pengikut Nabi Isa. Ucapan selamat perlu diletakkan sebagai kelaziman sosial dan bukan keharusan teologis. Sebagai kelaziman sosial, ia tak bisa dikategorikan sebagai bid’ah. Dalam bidang mu’amalah-duniawiyah dibolehkan melakukan inovasi. Sejauh terkait dengan urusan sosial kemasyarakatan, tidak ada yang disebut bid’ah. Nabi Muhammad bersabda, “antum a’lamu minni bi umur dunyakum” [kalian lebih mengetahui tentang perkara-perkara duniawiyah kalian].
Dalam konteks tertentu, mengucapkan selamat natal bisa maslahat, misalnya sebagai upaya merajut dan mengukuhkan harmoni dan kesetiakawanan sosial antar umat beragama di Indonesia. Setiap umat beragama harus saling menghargai dan mengapresiasi umat agama lain, termasuk dengan cara mengucapkan selamat kalau perayaan agama masing-masing tiba. Memang tampak simbolis, tapi simbolisasi seperti ini potensial mengurangi konflik dan ketegangan di antara mereka. Dengan demikian, mengucapkan selamat natal bisa ditradisikan.
Kedua, dalam al-Qur’an (Surat Maryam [19]:33) disebutkan bahwa Nabi Isa al-Masih pernah berkata, “wa al-salam ‘alayya yauma wulidtu wa yauma amutu wa yauma ub’atsu hayya” [salam sejahtera untukku pada hari kelahirankku, wafatku, dan kebangkitanku]. Dalam mengomentari ayat ini, al-Qurthubi mengatakan, ucapan salam (selamat) itu datang dari Allah, sebagaimana juga dilakukan buat Nabi Yahya. Ini berarti, Allah pun mengucapkan selamat atas kelahiran Isa, apalagi umat Islam sebagai hamba-Nya. (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Jilid VI, hlm. 96)
Ucapan selamat bukan hanya diberikan kepada Nabi Isa. Al-Qur’an mengucapkan selamat buat nabi-nabi lain. Untuk Nabi Nuh, al-Qur’an (surat al-Shaffat [37]: 79) menyebutkan, “Salam ‘ala Nuh fi al-‘Alamin” (salam kesejahteraan dilimpahkan buat Nuh di seluruh alam); untuk Nabi Ibrahim (QS, al-Shaffat [37]: 109), “Salamun ‘ala Ibrahim” (salam kesejahteraan buat Ibrahim); untuk Nabi Musa dan Nabi Harun (QS, al-Shaffat [37]: 120), “salamun ‘ala Musa wa Harun” (salam kesejahteraan buat Musa dan Harun); untuk Nabi Ilyasin (QS, al-Shaffat [37]: 130), “salamun ‘ala Ilyasin” (salam kesejahteraan buat Nabi Ilyasin”. Bukan hanya kepada beberapa nabi itu, al-Qur’an (Surat al-Shaffat [37]: 181) juga mengucapkan salam buat seluruh Rasul, “salamun ‘ala al-mursalin” semoga salam kesejahteraan dilimpahkan buat semua rasul).
Dengan demikian, bagi umat Islam sendiri, merayakan natal sesungguhnya merayakan hari kelahiran seorang utusan Tuhan yang harus diimani, Isa al-Masih, yang diduga jatuh pada tanggal 25 Desember. Sebagai implikasi dari keberimanan itu, semestinya umat Islam juga dibolehkan merayakan hari kelahiran Isa dan hari kelahiran para nabi lain sebelum Muhammad SAW. Sebab, Isa bukan hanya milik umat Kristiani secara komunal melainkan juga semua orang yang mengimaninya. Tokoh-tokoh besar seperti Nabi Ibrahim, Musa, Isa al-Masih dan Muhammad SAW bukan kepunyaan kelompok tertentu saja. Para tokoh itu bisa menjadi teladan dan inspirasi bagi siapa pun.
Jika merayakan natal bagi umat Islam dibolehkan, maka apalagi hanya sekedar mengucapkan selamat natal kepada umat Kristen. Mengucapkan selamat natal tak hanya diberikan kepada umat Kristiani, melainkan juga kepada orang-orang yang mengimani kenabian Isa al-Masih, termasuk umat Islam. (:)
Dikutip dari www.islamlib.com
0 komentar:
Posting Komentar