Senin, 16 Mei 2011

Perjuangan Wanita Menuju Persamaan Hak


Siti Umihani*

Ketika manusia lahir ke dunia, baik laki-laki maupun perempuan tidak mengetahui bagaimana mereka akan berperan dan berperilaku. Struktur tubuh laki-laki dan perempuan sangat berbeda secara biologis.

Perbedaan tersebut menimbulkan peranan yang berbeda pula. Perbedaan peran antara keduanya dipengaruhi oleh berbagai gesekan sosial, politik dan budaya dalam lingkungannya. Lingkunganlah yang menjadikan manusia berperan sebagai laki-laki dan perempuan. Namun, dalam masyarakat, perempuan hanya dijadikan sebagai makhluk secondary creation (makhluk pelengkap).

Memang tak dapat dipungkiri bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah lembut, pantang dengan kekerasan, berperasaan denga tingkiat sensitivitas yang tinggi, sehingga laki-laki selalu mengaggap rendah perempuan dalam beberapa hal.

Kulturlah yang menyebabkan laki-laki dan perempuan berbeda. Baik dalam peran, tingkah laku, maupun intelektualitas. Sehingga perempuan selalu termarginalkan dalam lingkungannya, meskipun tingkat pendidikannya jauh lebih tinggi dari pada laki-laki. Namun tetap saja laki-laki yang menjadi superior yang memiliki kedudukan tertinggi diantara kaum hawa. Laki-lakilah yang selalu berukuasa atas segala sesuatunya.

Dipandang dari kacamata agama, sebenarnya perempuan dan laki-laki mempunyai hak dan derajat yang sama. Yang membedakan diantara keduanya hanyalah tingkat ketakwaan pada Tuhan-Nya. Hal ini diperjelas dalam surat An- Nisa ayat 32 yang artinya;
“bagi lelaki hak (bagian) dari apa yang dianugrahkan kepadanya. Dan bagi perempuan hak (bagian) dari apa yang dianugrahkan kepadanya.”

Islam memandang perempuan sebagai wanita yang paling mulia diantara makhluk Allah lainnya. Muhammad SAW pun selalu memperlakukan wanita dengan sangat lembut. Karena wanita tercipta dari tulang rusuk adam. Sehingga mereka harus diperlakukan dengan sangat hati-hati. Tetapi pada faktanya laki-laki banyak memperlakukan wanita dengan kekerasan. Terutama dalam kehidupan rumah tangga.

Mereka mengekang wanita untuk melakukan aktivitas diluar rumahnya, semisal menjadi wanita karir. Sehingga setinggi apapun pendidikan dan tingkat kemampuan wanita dalam berkarya, itu tidak akan merubah posisi wanita dalam rumah tangga atau di lingkungannya.

Hal ini terbentuk oleh kultur masyrakat yang menciptakan bahwa wanita akan bernanung didapur, mengurus anak, mendidik, dan melaksanakan pekerjaan rumah tangga. Wanita banyak dijadikan budak dan bahkan wanita banyak dirugikan oleh kaum kapitalis, yang didominasi oleh laki-laki.

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengeluarkan resolusi bahwa semua orang dilahirkan secara merdeka dan sama dalam kharomah dan hak. Juga dikaruniai akal dan dhomir. Bahkan setiap orang mempunyai hak dalam kebebasan dan keselamatan hidup. Setiap orang berhak atas hukum negara dari segala yang merugikan. Tidak dibenarkan terhadap perbudakan dan melarangnya untuk terlibat dalam praktek jual beli.

“Sesungguhnya tidak ada batasan hak antara laki-laki dan perempuan. Wanita boleh melakukan apa yang dilakukan laki-laki selama itu positif. Sebagai contoh wanita terjun dalam dunia politik, sosial, pemerintahan, dan budaya asalkan wanita memiliki potensi dan intelektual yang setara dengan laki-laki. Tidak hanya berkecimpung dalam urusan domestik saja. Namun, wanita mempunyai hak berpendidikan tinggi, bekerja, dan bersosialisasi dalam masyarakat. Tidak ada seorangpun yang melarangnya.

Subordinasi yang dialami perempuan kini mendaptkan titik cerah seiring dengan pemahaman wacana gender di negeri ini. Dalam kehidupan sehari-hari sebenarnya laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama, yaitu hak-hak mendasar yang bersifat humanis.

Yang terpenting dalm gender adalah tidak adanya ketimpangan hak antara laki-laki dan perempuan, laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama, adanya pembagian peran yang jelas tanpa ada subordinasi atau ketidak adilan. Misalkan dalam sebuah rumah tangga antara suami istri mempunyai ruang yang sepadan untuk mengambil keputusan bersama, menentukan apa yang terbaik untuk keluarga.

Gender dan feminisme mempunyai makna yang berbeda, karena berbicara gender tidak hanya berbicara masalah perempuan. Namun, didalamnya juga menyangkut peran laki-laki. Gerakan feminisme banyak disalah artikan, hal ini karena dalam pandangan feminisme liberal adanya penuntutan hak yang berlebihan oleh perempuan. Feminisme liberal mengesampingan batasan-batasan agama dan cenderung menggunakan pandangan-pandangan sekulesisme. Laki-laki perempuan harus ditempatkan sejajar, tidak ada batasan antara keduanya bahkan cenderung menuntut untuk mendominasi mengambil peran ranah laki-laki.
*(Ketua departemen media dan komunikasi / Mahasiswa FKIP UMP, PBI Smt IV)

0 komentar:

Posting Komentar