Senin, 16 Mei 2011

ETIKA DAN TATA KRAMA JAWA

Agus prasetyo*

Di zaman ini, belajar berbahasa Jawa menurut kaum muda mungkin di anggap ribed. Karena, mempelajari bahasa, terutama bahasa Jawa memiliki tata bahasa dan penggunaannya yang njlimet. Apa lagi, dengan adanya globalisasi yang menuntut modernisasi, etika bahasa jawa di pandang tidak menarik lagi, karena ada angapan bahwa etika berbahasa jawa tidak sesuai dengan masa kekinian.

Tetapi kalau kita lebih pandai mempelajari dan mengkritisi bahasa lain/asing sebetulnya juga sama ribednya karena setiap bahasa mempunyai tata cara sendiri-sendiri. Justru karena bahasa jawa adalah bahasa kita sendiri seharusnya kita bisa lebih mudah memahami, dan menjiwai ketika mengunakan bahasa Jawa.

Adat sopan santun jawa menuntut penggunaan gaya bahasa yang tepat yang didasarkan pada tipe hubungan tertentu. Oleh karena itu kita harus melihat dahulu kedudukan orang yang akan kita ajak untuk berbicara. Hubungan dengan kedudukan dengan diri kita sendiri tergantung dengan siapa kita berbicara. Ketika kita berbicara dengan teman sebaya pasti berbeda dengan berbicara dengan orang yang lebih tua dari kita.

Hal ini berhubungan dengan etika dan tata krama jawa, yaitu sering disebut Andap anshor. Andap anshor adalah sikap rendah hati, rendah hati mengandung makna tidak mau menonjolkan diri. Tetapi disini rendah diri tidak berarti minder atau tidak percaya diri karena tidak memiliki kemampuan atau kompetensi.

Agar kita tidak minder sedini mungkin kita harus belajar untuk memiliki kemampuan atau kompetensi, adhap ansor sejajar maknanya dengan nglembah manah bila kita memiliki sifat adhap ansor dalam pergaulan, kita tidak terjerumus oleh pujian dan terperosot karena gila hormat. Kalau di cela oleh pihak lain tidak mudah tersinggung justru untuk sarana mawas diri atau intropeksi diri sehingga kita mampu melakukan perbaikan, kritik atau celaan orang anggap saja sebagai sarana yang membangun dan merupakan jurus yang ampuh untuk perbaikan yang akan datang.

Lantip ing sasmita artinya peka/trampil dalam menghormati orang lain dengan selalu mengunakan tutur bahasa yang menunjukan sikap sopan dan santun. Bila kita ingin mengkritik orang lain, kemudian cara penyampaian kita salah ataupun tutur bahasa kita kurang sopan maka tidak akan diterima dengan baik, malaha bisa menimbulkan konflik yang baru lagi. Oleh karena itu kita perlu melakukanya dengan cara yang halus dan hati-hati supaya dapat diterima dengan lapang dada.

Tata krama berkaitan erat dengan cara mengerjakan sesuatu hingga dianggap pantas dengan tidak menyinggung perasaan orang lain. Tata krama sendiri berasal dari Bahasa Sannsekerta yang bermakna berjalan, sehingga dapat di artikan dengan nalar hal-hal yang mengenai perjalanan roda kehidupan perlu berpedoman dengan tata krama. Sehingga bila kita bisa menerapkan itu semua dalam kehidupan sehari-hari, hidup kita akan terasa lebih harmonis. Setiap sendi kehidupan baik sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan akan berlaku secara alamiah, anggun dan tertib asalkan masing-masing berpegang teguh pada tata krama.

Kita pernah mendengar istilah yang berbunyi “ajining dhiri saka lathi” ( harga diri seseorang itu salah satunya tergantung dari bibir dan ucapan). Dalam pergaulan sehari-hari istilah ini menjadi sangat penting. Nilai dan harga diri seseorang terletak pada ucapanya. Jika kata-kata yang keluar dari mulut seseorang baik dan sopan, maka akan membuat orang lain simpati dan secara tidak langsung akan dikatakan sebagai orang baik. Begitu juga sebaliknya, kesopanan mengawetkan persahabatan. Kita perlu belajar bahwa penghargaan terhadap seseorang banyak bersumber dari tutur kata dan bahasanya. Bisa berbicara dengan bahasa dan tutur kata yang baik sangat penting terutama dalam persahabatan dan pergaulan masyarakat.

AJA RUMANGSA BENER DHEWE, JALARAN ING NDONYA IKI ORA ANA SING BENER DHEWE
(jangan merasa paling benar sendiri sebab di dunia ini tidak ada yang paling benar)

*(Ketua Rayon Siti Nafisah Komsat Dukuhwaluh / Mhswa Pend. Sejarah Smt VI)

0 komentar:

Posting Komentar