Senin, 01 Agustus 2011

Jangan Jadi Dokter Gadungan

Agus Maryono*


      Seorang Ulama bijak  dan tersohor , Sulthonul Auliya ,Syeh Abdul Qadir al-Jilany radiyallohu anhu, mengatakan, “Setiap sesuatu ada ahlinya,  setiap amal ada tokohnya, setiap peperangan ada pahlawannya”.Kemudian al-Quran  menyebutkan,” Bertanyalah kepada ahli dzikir jika engkau tidak tau”.

     Saya sering melihat dan menyaksikan para penceramah agama yang belepotan dalam menyampaikan materinya. Bacaan al-Quran-nya banyak yang salah.Hal itu menunjukan bahwa dia tidak mempelajari agama pada standar  terendah yakni  ilmu tajwid. Namun demikian dengan bangga dan penuh percaya diri mereka berani menafsirkan ayat-ayat yang dibaca itu. 

     Kalau begini, siapa sebenarnya yang salah. Pertanda apakah ini,  tidak adakah santri , sudah semakin habiskah kiai,sehingga mubaligh-mubaligh karbitan banyak bertebaran di mana-mana, di radio, di mimbar-mimbar jumat dan bahkan di layar televisi. 

      Nabi Muhammad mengingatkan, “Waman aroda al-dunya fa’alaihi bil ilmi, waman aroda al-akhirah fa’alaihi bil ‘ilmi” (Barang siapa menghendaki dunia maka wajib menguasai ilmunya, dan barang siapa menghendaki akhirat juga harus dengan ilmu).

     Ada kesan ilmu agama dianggap remeh sehingga bisa dipelajari sambil lalu dan resep-resepnya bisa diduplikasi semaunya. Bagaimana mungkin mereka mampu menyebarkan pesan-pesanal-Quran dan  Rasululloh SAW secara benar jika membaca al-Quran saja tidak benar.

    Bagaimana mungkin mereka bisa benar  mengetahui tafsir Al-Quran jika ngaji Iqro saja belum lulus. Rasululloh  dalam hal ini mengingatkan, “Barang siapa menafsiri al-Quran atau hadist hanya melihat dari arti dhohir (terjemahan kalimat) nya saja maka itu adalah awal dari kekafiran”. 

      Oleh karena itu menjadi bisa dipahami jika kemudian muncul para kelompok kajian agama yang ekstrim , yang memprokalmirkan diri sebagai para mujahid agama,fersi mereka. Karena mereka menarik pesan agama berangkat dari resep yang mereka temukan, yang mengandalkan diskusi dangkal mereka sendiri dan menggunakan parameter akal dan perangkat keilmuan yang serba terbatas. 

        Allohumma inni ‘a’udzubika min 'ilmi la yan fa’,aku berlindung  kepada-Mu ya Alloh dari ilmu yang tidak bermanfaat.

        Sepertinya  ada pesan agama yang sengaja diremehkan dan dilupakan, bahwa ilmu agama itu sesuatu yang sangat sacral, yang sangat serius , yang suci dan oleh karenanya harus didekati dengan kesucian dan dijauhkan dari nafsu-nafsu pribadinya.  Agama adalah kesakralan, orang yang ingin mendakwahkan agama haruslah mampu bersifat seperti kesacralan agama itu sendiri. Ia juga dituntut untuk mengerti seluk beluk agama secara  penuh, karena jika tidak, maka hanya akan  menjadi penyebar fitnah yang sangat berbahaya. Berbahaya bagi dirinya sendiri maupun bagi orang banyak. 

      Untuk inilah mengapa Tuhan mengirimkan Rasul di tengah umat manusia. Mengapa, tidak lain dengan kesucian yang Tuhan berikan kepada para rasul ini,  kesuician agama yang diemban tetap  terjaga, tetap suci tidak tercampuri oleh noda-noda nafsu, dan terbebas dari kesalahan dalam menyampaikan ayat-Nya.

       “Tidaklah apa yang disampaikan oleh Rasul itu keluar dari hawa nafsunya, melainkan  berasal dari Wahyu yang diterimanya” Wama yantiku ‘anil hawa illa wahyu yuuha”

        Syarat standar untuk mengetahui sesuatu yang hendak disebarkan ke publik adalah mengetahui tentang hal yang akan disampaikan. Hal ini saya kira bisa dipahami oleh semua kalangana dan berlaku dalam disiplin ilmu apapun. Semua orang berlomba-lomba menuntut ilmu , untuk mendapatkan gelar yang tinggi agar bisa mendapatkan pekerjaan yang layak , gaji yang tinggi dan kehidupan di dunia yang mudah.

       Tidakkah mereka sadar bahwa untuk itu semua mereka rela mengeluarkan biaya  puluhan bahkan ratusan  juta rupiah, demi mendapatkan perguruan tinggi yang bagus, demi mendapatkan dosen-dosen yang terpercaya yang yang memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan. Mengapa ? demi mendapatkan ilmu yang terpercaya dan bukan ilmu yang asal-asalan.

        Lalu, mengapa untuk ilmu agama tidak ditempuh dengan cara yang sama. Mengapa tidak berlomba mencari guru agama yang terpercaya, apakah  mereka menganggap ilmu agama itu tidak lebih penting, ketimbang ilmu-ilmu ke-duniaan ini?.

      “Wal akhiratu khoiruwwaabqo” Dan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal (ketimbang dunia).Wal akhiratu khoirullaka minal ula, dan akhirat itu lebih baik bagimu dari pada dunia.

      Apakah kita mau menjadi seorang dokter dengan belajar dan kuliah kepada dokter asal-asalan , yang tidak mengerti ilmu-ilmu kedokteran secara matang yang tidak paham istilah-istilah kedokteran, bahkan membaca istilah-istilahnya saja banyak yang salah. Apakah anda mau dioperasi oleh dokter gadungan , yang bukan lulusan fakultas kedokteran, yang hanya mengaku pandai dari membaca buku-buku yang dibelinya dari toko ? yang hanya bersembunyi di balik jubah menyerupai dokter ?

    Kalau anda belajar dari dokter gadungan maka anda pun akan jadi dokter gadungan dan ketika itu anda bukannya menjadi penyembuh tetapi bisa-bisa  malah menjadi pembunuh yang menyesatkan. 

    “Hati-hatilah terhadap agamamu, dari siapa engkau mengambilnya”, itulah pesan Rasululloh SAW kepada kita.

*( Pembina PMII Komisariat Dukuhwaluh )





0 komentar:

Posting Komentar